• http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

  • http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

  • http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

Selasa, 08 November 2016

TAUBAT DARI RIBA | MENGAJI ISLAM

 

Tobat dari Riba, Hutangpun Sirna!!

Dalam sebuah milis yang dikelola oleh PengusahaMuslim.com ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh member sebagai berikut:

Assalaamu’alaikum warahmatullah.
Ustadz yang saya hormati,
Akhir-akhir ini saya beserta istri sedang galau. Ceritanya begini. Saya seorang pegawai yang bekerja di instansi pemerintah yang alhamdulillah telah beristri (Insya Allah) salehah dan Allah mengaruniakan kami 5 orang anak.
3 tahun yang lalu kami meneken akad kredit pada salah satu bank pemerintah dengan nominal lumayan besar untuk mendaftar haji 2 orang (saya dan istri) dengan perhitungan ketika tahun pemberangkatan haji, hutang kami telah lunas.
Setelah kami banyak membaca dan belajar hukum Islam, kami meyakini bahwa kami telah menanggung dosa riba (astaghfirullah). Kami kemudian berusaha keluar dari belitan dosa riba, diantaranya dengan keluar dari Koperasi (KPRI) dan sekarang mencoba keluar dari kubangan riba yang lain, yakni hutang kami ke bank tersebut, dengan cara kami berencana menjual barang-barang yang kami miliki, namun menurut hitung-hitungan saya tidak akan mencukupi untuk melunasi hutang tersebut, sedangkan apabila mencari pinjaman kepada Saudara tidak mungkin mengingat semua keluarga kami dalam kondisi ekonomi yang alhamdulillah pas-pasan.
Apakah saya harus menjual sebidang tanah yang saya miliki agar dapat melunasi hutang kami? (Saya memiliki sebidang tanah yang apabila dijual mungkin hampir dapat melunasi hutang).
Demikian, mohon solusinya. Terima kasih.
Wassalaam,
Hamba Allah-Purbalingga, Jawa Tengah.
Tanggapan dari ikhwan member milis PM-Fatwa:
Bismillah ,sekedar berbagi pengalaman tentang terjerat riba.  Pengalaman bapak pernah saya alami sebelumnya dan saya selain hutang riba juga terjerat kartu kredit sampai 11 kartu. Setelah saya mengikuti pengajian sana sini dan membaca buku akhirnya saya bertobat dari riba. Karena riba membuat hidup kita merasa hina dikejar kejar hutang dan debitur.
Walaupun orang lain melihat kehidupan kita punya mobil ,rumah besar dll. tapi semua itu hasil riba. Dan itu semua tidak akan membawa berkah dan ketenangan bagi hidup kami. Maka akhirnya saya sekeluarga bertobat untuk menghindari riba dan kartu kredit.
Akhirnya saya jual semuanya yang saya miliki mobil, trayek jemputan, rumah, motor dan semua yang saya miliki dari hasil riba saya jual guna menutupi hutang-hutang riba. Saya mulai dari kehidupan dasar lagi dengan mengontrak rumah kecil di area pesantren karena anak-anak kami sekolah di pesantren .
Dengan keikhlasan kita dan benar-benar taubat, maka Allah mengabulkan permintaan saya sekeluarga. Dan saat itu pula setelah saya jual semua yang saya punyai dari hasil riba, saya dapat panggilan kerja ke Saudi arabia di sebuah perusahaan perminyakan. Dan akhirnya saya sekeluarga hijrah ke Saudi Arabia sampai sekarang. Dan Alhamdulilah, Allah kembalikan harta kami dengan segala kelebihannya dan saya sekeluarga bisa pergi haji bersama setelah tinggal satu tahun di Saudi. Alhamdulillah, semuanya dimudahkan segala urusan saya sekeluarga serta bisa melunasi semua hutang-hutang riba dan kartu kredit. Dan yang membuat saya sangat bahagia adalah tempat kerja sekarang dekat dengan Mekkah dan Madinah, sehingga tiap bulan kami bisa umroh .
Inilah kisah pengalaman saya yang terjerat riba semoga Bapak sekeluarga tidak usah ragu untuk menutup hutang riba, pertolongan Allah sangat cepat
Wassalamualaikum
Dari Bpk Edi di Saudi Arabia

Senin, 07 November 2016

BELA ISLAM | ALLAHU AKBAR



Dasar Kewajiban Melawan Agresor

"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al Baqarah: 190).

".... Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketauhilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah: 194).

".... Dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (At-Taubah: 36).

Kewajiban melawan agresor bahkan dinyatakan mencapai kualifikasi ijma' (konsensus ulama), yang dalam jenjang legislasi hukum Islam--ijma'--menempati posisi setelah Alquran dan sunah. Ibnu Taimiyyah berkata, "Adapun jihad untuk membela diri (defensif) adalah seutama-utama kewajiban berjihad membela kemuliaan umat dan Islam dari serangan musuh. Kewajiban ini merupakan ijma' (konsensus ulama). Tidak ada kewajiban dalam Islam setelah beriman yang lebih utama selain kewajiban membela agama dan umat dari serangan musuh yang merusak agama maupun kehidupan umat Islam...." (Azzam, h. 1406).

PANDANGA MADZAB

Pendapat Imam Madzhab

Untuk menggambarkan betapa tidak terdapat perselisihan antara ulama mengenai kewajiban berjihad melawan agresor, berikut pandangan ulama-ulama dari mazhahib arba'ah (imam yang empat). Dengan uslub (struktur) yang berbeda, mereka bermaksud menyampaikan satu pesan yang sama.

Mazhab Hanafi

Ibnu Abidin menyatakan bahwa jika musuh menyerang sebagian dari wilayah Islam, hokum Jihad menjadi fardu ain atas penduduk yang berdekatan dengan wilayah yang diserang. Adapun bagi penduduk yang jauh dari wilayah tersebut, hukum membelanya fardu kifayah selama (pembelaan) mereka tidak diperlukan. Namun, jika mereka diperlukan, karena penduduk yang lebih dekat tidak mampu atau malas untuk berjihad, kewajiban Jihad menjadi fardu ain bagi mereka. Jika mereka tetap tidak mampu, fardu ain menimpa atas penduduk yang lebih jauh. Demikian seterusnya sampai kewajiban tersebut menjadi fardu ain atas segenap umat Islam di Timur dan di Barat. (Haasyiatu Ibni Abidin, III, h. 399, 341). Pendapat serupa dikemukakan oleh Al-Kassani, Ibnu Najib, dan Ibnu Hamam.

Mazhab Maliki

Bagi setiap muslim laki-laki maupun wanita wajib hukumnya berjihad menghadapi musuh yang menyerang secara mendadak. Kewajiban tersebut termasuk bagi anak kecil. Meskipun pemilik budak melarang budaknya, suami melarang istrinya dan pemberi utang melarang orang yang diutanginya, tetap kewajiban tersebut tidak bisa gugur bagi mereka hanya karena larangan itu. (Hasyiyatud Dasuuqi, II, h. 174).

Mazhab Syafii

Dalam Nihayatul Muhtaj, Ar-Ramli menyatakan bahwa jika orang kafir memasuki negeri Islam pada sebuah jarak yang tidak diperbolehkan mengqashar salat, penduduk negeri tersebut wajib berjihad membela wilayah mereka dari serangan musuh. Kewajiban ini juga berlaku bagi mereka yang asalnya tidak wajib perang, seperti orang fakir, anak-anak, hamba sahaya, orang yang terlibat utang, dan wanita.

Mazhab Hambali

Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah menyatakan, "Dan Jihad itu wajib dalam tiga keadaan: (1) apabila barisan tentara muslim bertemu dengan barisan tentara kafir di medan perang, (2) apabila orang kafir memasuki (agresi) negeri Islam, (3) bila imam kaum muslimin mengeluarkan perintah Jihad."
Ibnu Taimiyah yang berafiliasi ke mazhab Hambali juga menyatakan, "Jika musuh telah menyerang negeri Islam, tidak diragukan lagi kewajiban (Jihad)  bagi setiap muslim yang dekat dengan negeri tersebut, kemudian yang lebih dekat. Karena, seluruh negara Islam pada hakikatnya adalah satu negara yang tak terpisahkan. Oleh sebab itu, wajib atas setiap muslim pergi berperang menuju wilayah yang diserang dengan tanpa izin orang tua atau yang lainnya. Penjelasan Imam Ahmad dalam masalah ini amat gamblang. (Periksa Al-Ikhtiyarat al-Ilmiyyah li Ibni Taimiyyah, IV, h. 609; atau Azzam, h. 1406).

Dari pemaparan singkat di atas, seruan jihad yang dikumandangkan para ulama dunia saat ini bukanlah hal yang mengada-ada, melainkan memiliki akar-akar referensi yang otoritatatif. Resolusi Jihad semacam ini juga bukan kali pertama. Ketika AS menginvansi Afghanistan beberapa waktu lalu, beberapa ulama di penjuru dunia mengemukakan fatwa serupa, antara lain Prof. Dr. Farid Wasil (Mufti Besar Mesir), Syekh Hamud asy-Syu'aiby (sesepuh ulama Saudi), Wazir Akbar Khan (ulama Kabul), Dr. Yusuf Qaradhawy (ulama Mesir), dan Nidhamudin Hamzah (Mufti Pakistan).

Seruan semacam ini pernah juga dilakukan ketika Soviet menginvansi Afghanistan. Dr. Abdullah Azzam bahkan sempat menulis fatwa berjudul, Ad-Difa' an Aradhil Muslimin Ahammu furudhil A'yan (Membela Tanah Air Muslim Kewajiban Setiap Muslim yang Paling Urgen). Inti fatwanya seperti yang ia ringkas dalam mukadimahnya:

"Para ulama salaf maupun khalaf, para ahli fikih, dan para ahli hadis pada setiap abad telah sepakat bahwa bila sejengkal tanah umat Islam telah dirampas oleh orang kafir, pada hari itu hokum Jihad menjadi fardu ain atas segenap kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan. Pada waktu itu seorang anak laki-laki berangkat Jihad tanpa harus izin orang tuanya, dan seorang istri berangkat berjihad tanpa harus izin suaminya."

Fatwa Syekh Abdullah Azzam ini pernah dibacakan di depan para ulama Timur Tengah, antara lain kepada Syekh Bin Baz (Mufti Saudi Arabia masa itu), Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Umar Seif (Majlis Kibarul Ulama Yaman), Dr. Abdullah Nasih Ulwan, Sa'id Hawwa, Muhammad Najib al-Muthi'i, dan Dr. Hussain Hamid Hassan. Mereka menyatakan sepakat atas fatwa tersebut dan sebagian besar mereka membubuhkan tanda tangan sebagi tanda persetujuan. Fatwa tersebut juga pernah dibacakan di Mina saat jutaan umat Islam tengah menjalankan ibadah haji.
Referensi:
1. Tafsir Al-Qur'an al-Adhim, Ibnu Katsir
2. Fathul Qadir, Imam Syaukani
3. Al-Jami' lie Ahkamil Qur'an, Al-Qurthuby
4. Ahkamul Quran, Ibnul Araby
5. Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyyah
6. Ahammiyatul Jihad, Nafi' al-Ilyani
7. Al-jihad wal-Qital fies-Siyasah Syar'iyyah, Dr. Muhammad Khair Haikal

Wallahu`alam

Von Edison Alouisci
http://www.facebook.com/von.e.alouisci

pages
http://www.facebook.com/von.edison.alouisci