Alloh Ta'ala berfirman:
إِذۡ تَسۡتَغِيثُونَ رَبَّكُمۡ فَٱسۡتَجَابَ لَكُمۡ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلۡفٖ مِّنَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ مُرۡدِفِينَ ٩ وَمَا جَعَلَهُ ٱللَّهُ إِلَّا بُشۡرَىٰ وَلِتَطۡمَئِنَّ بِهِۦ قُلُوبُكُمۡۚ وَمَا ٱلنَّصۡرُ إِلَّا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ١٠
“(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut". Dan Alloh tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Anfal: 9-10)
PERMOHONAN KAUM MUSLIMIN AKAN PERTOLONGAN ALLOH SWT DAN ALLOH SWT MEMPERKENANKANNYA DENGAN MENURUNKAN PARA MALAIKAT
Imam al-Bukhori berkata dalam shohih-nya pada pembahasan Kitaabul Maghaazii, baabu Qaulillahi Ta’aalaa,
Kemudian setelah penulisan judul tersebut beliau mencantumkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Aku menyaksikan persaksian al-Miqdad bin al-Aswad tentang kehadiran dirinya dalam suatu peperangan, ‘Sungguh kehadiranku pada peperangan tersebut lebih aku cintai dari pada apapun yang diberikan kesenangan dunia sebagai gantinya.’ Bahwasannya dirinya mendatangi Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam yang saat itu sedang mendo’akan keburukan bagi kaum musyrikin. Al-Miqdad berkata: ‘Kami tidak akan berkata kepadamu seperti perkataan kaum Nabi Musa: ‘Pergilah Kamu dan Rabb-mu untuk berperang.’ Akan tetapi kami berperang menyertaimu di sebelah kanan, kiri, depan dan belakangmu.’ (Al-Miqdad melanjutkan) ‘Aku melihat wajah beliau menjadi bercahaya (cerah) dan perkataanku menjadikan beliau senang.’”
Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, ia berkata bahwasanya Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam berdo’a ketika perang badar:
اللهُمَّ أَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَوَعْدَكَ، اللهُمَّ! إِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَدْ
“Ya Alloh, Aku memohon kepada-Mu penuhilah janji-Mu (untuk menghancurkan orang-orang kafir serta menolong Nabi-Nya). Ya Alloh, jika engkau menghendaki, maka Engkau tidak diibadahi lagi.”
(Melihat Rosulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam berdo’a dengan berlebihan) kemudian Abu bakar rodhiyallohu ‘anhu mengambil tangan Beliau sambil berkata: ‘Cukup wahai Rosululloh.’ Kemudian beliau bangkit menuju musuh seraya membacakan Ayat :
سَيُهْزَمُ الجَمْعُ وَيُوَلُّوْنَ الدُّبُرَ “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (QS. Al-Qomar: 45) Hadits ini diriwayatkan pula oleh An-Nasa’i.
Kemudian firman-Nya : “Dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut.” Yakni datang dengan silih berganti, sebagaimana yang dikatakan oleh Harun bin Hubairah dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma مُرْدِفِيْنَ Tataabu’ (silih berganti atau susul menyusul).
‘Ali bin Abi Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu ‘anhuma bahwasanya ia berkata: “Alloh Ta’ala menolong Nabi dan orang-orang yang beriman dengan seribu Malaikat, dan Jibril ‘Alayhissalam termasuk ke dalam kelompok lima ratus pertama yang menyerbu musuh dari sebelah kanan mereka, sementara Mikail termasuk kedalam lima ratus kedua yang menyerang dari arah kiri mereka.”
Imam Abu Ja’far ath-Thabari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dari Umar rodhiyallohu ‘anhu sebuah hadits. Dalam riwayat tersebut disebutkan: “Tatkala seseorang dari kaum muslimin sedang bersungguh-sungguh (melawan) orang musyrik yang ada dihadapannya, tiba-tiba ia mendengar suara lecutan cambuk di atasnya dan suara penunggang kuda yang berkata: ‘Majulah haizum,’ (dalam syarah Muslim disebutkan: nama kuda Malaikat.). tiba-tiba ia melihat si musyrik telah mati terkapar dihadapannya. Kemudian ia melihatnya dari dekat, ternyata hidungnya telah terpukul dan wajahnya terbelah, seperti pukulan cambuk, mukanya menjadi lebam (bekas pukulan). Lalu orang Anshor tadi mendatangi Rosululloh dan menceritakannya kepada beliau. Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda: ‘Engkau benar, itu adalah bantuan dari langit ketiga.’ Pada kejadian tersebut, yang terbunuh dari orang-orang musyrik sebanyak tujuh puluh orang dan yang ditawan sebanyak tujuh puluh orang.”
Imam al-Bukhari membuat satu bab mengenai Syubuudul Malaaikah Badran (pembahasan tentang kehadiran para Malaikat dalam perang badar). Kemudian ia meriwayatkan hadis dengan jalannya dari Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqi [dari bapaknya yang termasuk Sahabat yang ikut perang Badar] , ia berkata: “Jibril datang kepada Nabi SAW dan berkata: ‘Apa penilaianmu tentang mereka yang ikut perang badar dari kalangan kalian (manusia)?’ Nabi shollallohu ‘alayi wa sallam menjawab: ‘Mereka termasuk kaum muslimin yang terbaik’ atau beliau menjawab dengan pernyataan yang semisalnya. Jibril berkata: ‘Demikian pula mereka yang ikut dari kalangan para Malaikat’. Riwayat ini hanya dilakukan oleh al-Bukahari. Riwayat ini telah dinisbatkan kepada at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir dari Sahabat Rafi’ bin Khadij, akan tetapi penisbatan ini keliru, yang benar adalah diriwayatkan oleh imam al-Bukhari. Wallohu a’lam
Telah diriwayatkan dalam ash-Shahiihain, bahwasanya Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam berkata kepada ‘Umar bin al-Khaththab, ketika ‘Umar memberikan pendapatnya untuk memberikan hukuman mati terhadap Hathib bin Abi Balta’ah. Beliau bersabda:
إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، وَمَايُدْرِيْكَ لَعَلَّ اللهَ قَدِ اطَّلَعَ عَلى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
“Sesungguhnya ia telah ikut menghadiri perang Badar, dan engkau tidak tahu. Semoga Alloh melihat dan mengetahui keadaan orang-orang yang ikut perang Badar, lalu berfirman: ‘Berbuatlah sesuka kalian, sebab Aku telah mengampuni dosa-dosa kalian.’”
Firman Alloh Ta’ala selanjutnya: “Dan Alloh tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira.” Artinya bahwa Alloh tidak menjadikan pengiriman para Malaikat dan memberitahukannya kepada kalian melainkan sebagai kabar gembira “Dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya.” Sebab jika bukan itu tujuannya, maka Alloh Ta’ala maha berkuasa untuk menenangkan kalian atas mereka tanpa pengiriman malaikat. Oleh karenanya Alloh SWT berfirman: “Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh.” Hal ini sebagaimana Firman-Nya dalam surat lain:
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Alloh menghendaki niscaya Alloh akan membinasakan mereka tetapi Alloh hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Alloh, Alloh tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.Alloh akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka,dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.” (QS. Muhammad: 4-6)
Dan seperti firman-Nya yang lain:
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Alloh membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Alloh tidak menyukai orang-orang yang zalim,dan agar Alloh membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imron, 3: 140-141)
Inilah hikmah-hikmah di mana Alloh Ta’ala mensyari’atkan jihad melawan orang-orang kafir melalui tangan orang-orang yang beriman kepada Alloh. Berbeda dengan umat-umat terdahulu, Alloh Ta’ala meng’adzab umat-umat terdahulu yang mendustakan para Nabi dengan cara diturunkan bencana yang menyeluruh terhadap mereka, seperti adzab yang menimpa kaum nabi Nuh ‘alayihissalam dengan banjir besar, ‘adzab kaum ‘Aad alayihissalam yang pertama dengan ad-Dabuur(angin barat yang membawa kehancuran), kaum Tsamud alayihissalam dengan satu kali teriakan suara, kaum Nabi Luth alayihissalam dengan cara ditenggelamkan kedalam bumi, apa yang ada di atas dibalikan kebawah serta dihujani dengan batu dari tanah yang terbakar (As-sijjiil), dan kaum Nabi Syu’aib alayihissalam ditimpa ‘adzab pada hari mereka dinaungi awan.
Tatkala Alloh Ta’ala mengutus Nabi Musa alayihissalam dan Alloh menenggelamkan musuhnya, yaitu Fir’aun dan para pengikutnya ke dalam lautan, lalu Alloh menurunkan kepada Musa Kitab Taurat, maka Alloh mensyari’atkan perang (jihad di masanya) untuk melawan orang-orang kafir. Syari’at perang ini tetap berlangsung pada syari’at-syari’at setelahnya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat”. (QS. 28:43)
(Sebenarnya), ‘adzab orang-orang kafir dengan cara dibunuh oleh orang-orang yang beriman lebih menghinakan mereka serta lebih melegakan dada orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana firman Alloh kepada orang-orang yang beriman dari umat Nabi Muhammad:
“Perangilah mereka, niscaya Alloh akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Alloh akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.”(QS. At-Taubah : 14)
Seba itu, terbunuhnya gembong-gembong (pembesar) Quraisy di tangan musuh-musuh mereka (orang-orang beriman) yang mereka pandang sebagai orang-orang hina (rendah), lebih menyakitkan mereka dan lebih melegakan hati golongan yang beriman. Sehingga, terbunuhnya Abu Jahal di medan perang, di tengah berkecamuknya pertempuran, lebih menghinakannya dari pada kematiannya di atas tempat tidur yang diakibatkan oleh bencana atau halilintar atau yang lainnya. Sebagaimana kematian Abu Lahab -semoga Alloh melaknatnya- dengan tertimpa ‘adasah(semacam bisul), sehingga tidak satu pun dari keluarganya yang mendekatinya, mereka mamandikannya dengan cara melemparinya dengan air dari kejauhan, dan saat dikuburkannya pun mereka melemparinya dengan batu hingga terkubur. Oleh karenanya setelah itu Alloh Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Alloh Mahaperkasa.” Artinya bahwa kemuliaan hanya milik Alloh, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (QS. Mu’min : 51)
Firman Alloh Ta’ala “Lagi Maha bijaksana,” dalam pensyari’atan-Nya untuk memerangi orang-orang kafir, meskipun Alloh SWT sangat mampu untuk menghancurkan dan membinasakan mereka dengan daya dan kekuatan-Nya.