• http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

  • http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

  • http://mengajiislam.blogspot.co.id/

    Mengaji Islam, Aplikasi Islam, Artikel Islam, Belajar Islam, Ensiklopedia Islam, Hukum Islam, Ilmu Islam, Islam Itu Benar, Makalah Agama Islam, Situs Islam, Tentang Islam

Senin, 11 Juli 2016

MENYESAL | HUKUM MENYESAL DALAM ISLAM



Pertanyaan:

Apakah menyesali dan bersedih hati terhadap sesuatu yang tidak digapai adalah termasuk perkara yang tercela?, dan apakah hikmah dilarangnya pengunaan kalimat ( لو )?

Jawaban:

Tidak boleh menyesali dan bersedih hati terhadap sesuatu yang tidak digapai, yang mana seseorang telah melakukan sebab (usaha) untuk mencapai hal itu, akan tetapi hal itu tidak juga tercapai. Sesungguhnya ia tidak mengetahui, barangkali tidak tercapainya apa yang ia inginkan adalah suatu kebaikan baginya, dan juga karena hal itu menunjukan akan kemarahannya terhadap putusan dan takdir Allah ta’ala, Allah ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ، لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ [ الحديد : 22-23 . ]

Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu… (QS. Al-Hadid:22-23)

Adapun perkataan: “Seandanya aku melakukan itu, maka tentu akan seperti ini”, sungguh telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang termaktub di dalam kitab shahih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bersemangatlah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah, jika engkau tertimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: “Seandanya aku melakukan itu, maka tentu akan seperti ini”, akan tetapi katakanlah: “Allah telah mentakdirkan, dan apa yang Ia kehendaki, ia akan lakukan, dan sesungguhnya kalimat (لو: seandainya) membukan perbuatan setan”

Kata (لو: seandainya) membuka perbuatan setan, yang mana terdapat padanya rasa sedih dan penyesalan terhadap apa yang telah terjadi, dan juga terhdapat celaan terhadap takdir, yang hal itu menunjukan tidak adanya kesabaran dan ridha terhadap ketetapan dan takdir Allah ta’ala.

Adapun ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

لو استقبلتُ من أمري ما استدبرتُ؛ ما سُقت الهديَ

Seandainya aku mengetahui (perkara) sebelum ihramku apa yang aku ketahui sesudahnya, maka aku tidak akan membawa binatang kurban dan aku akan bertahallul bersama kalian. (HR. Muslim: 2/879)

Hadits ini adalah pengkabaran tentang sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang, yang tidak terdapat unsur protes terhadap takdir, karena ucapan tersebut adalah pengkabaran terhadap apa yang beliau akan lakukan pada masa mendatang, jika hal itu tercapai.

CARA MAKMUM MASBUK | SHOLAT MAKMUM MASBUK




Tata cara sholat makmum masbuq:


1. Jika makmum terlambat datang ke masjid dan imam sudah dalam posisi rukuk, sujud, atau julus (duduk tasyahud), maka ia harus melakukan takbiratul ihram (dengan berdiri) untuk mulai sholat, lalu mengucapkan takbir (Allahu Akbar) lagi untuk kemudian mengikuti posisi imam.

Jika imam masih membaca surat Al-Fatihah atau surat pendek, maka hanya takbiratul ihram saja.

2. Setelah imam selesai melakukan salam dan mengakhiri sholat, ia tidak boleh melakukan salam, tetapi langsung berdiri untuk menambah rakaat yang telah terlewat.

a. Bila ia baru bisa mengikuti 2 rakaat terakhir sholat dzuhur, ashar, dan isya, maka ia harus menambah 2 rakaat (tanpa duduk tasyahud) setelah imam melakukan salam.

Bila ia baru bisa mengikuti satu rakaat terakhir sholat dzuhur, ashar, dan isya, maka ketika imam melakukan salam ia harus berdiri dan sholat satu rakaat (dengan Al-Fatihah dan membaca surat pendek), duduk tasyahud, berdiri lagi untuk rakaat kedua (dengan Al-Fatihah dan membaca surat pendek), lalu diteruskan berdiri lagi untuk rakaat ketiga (hanya Al-Fatihah).

b. Jika ia baru bisa mengikuti rakaat ke-2 dan ke-3 sholat maghrib, maka ia harus berdiri dan menambah satu rakaat setelah imam melakukan salam.

c. Jika ia baru bisa mengikuti satu rakaat terakhir sholat maghrib, ia harus berdiri setelah imam melakukan salam, sholat satu rakaat, lalu duduk untuk membaca tasyahud, kemudian berdiri lagi untuk melakukan rakaat ke-3, setelah itu duduk untuk tasyahud akhir dan melakukan salam.

3. Bila makmum bergabung sholat jamaah ketika posisi rukuk, maka ia dianggap telah mengikuti rakaat tersebut. Jika ia bergabung ketika imam sudah berdiri dari rukuk atau ketika sujud, ia dianggap telah terlambat mengikuti rakaat tersebut dan harus melakukannya lagi.


Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al ‘Aqil

Soal:

Bagaimana pendapat kalian –semoga Allah memberikan ganjaran kepada kalian-, tentang seorang makmum yang hendak shalat maghrib bersama imam, ia telah tertinggal 1 raka’at. Apakah jika imam duduk tawarruk pada tasyahud akhir, makmum mengikuti duduk sang imam dalam keadaan tawarruk, ataukah iftirasy? karena duduk tasyahud akhirnya imam adalah tasyahud awal bagi si makmum.

Jawab:

Yang ditegaskan oleh para ulama fikih kita, jika seorang makmum shalat bersama imam yang jumlah raka’atnya 4 atau 3, imam telah mendahuluinya dalam sebagian raka’at, maka makmum duduk tasyahud akhir bersama imam dalam keadaan tawarruk, bukan iftirasy. Alasan mengikuti imam dalam rangka menjaga agar tidak terjadi perselisihan, berdasarkan hadits,

إنما جعل الإمام ليؤتم به، فلا تختلفوا عليه

“Imam itu diangkat untuk ditaati, maka janganlah kalian menyelisihinya”1

Dikatakan dalam Al-Iqna’ dan syarahnya Kasyful Qina’2: “Makmum masbuk duduk tawarruk bersama imam ketika imam tawarruk. Karena bagi imam, itu merupakan akhir dari shalat, walaupun bagi si makmum, itu bukan akhir shalat. Dalam kondisi ini si masbuk duduk tawarruknya sebagaimana ketika ia sedang tasyahud kedua. Maka, seandainya makmum  mendapatkan 2 raka’at dari ruba’iyyah (shalat yang jumlahnya 4 raka’at), duduklah bersama imam dalam keadaan tawarruk, dalam rangka mengikuti imam, ketika ia (makmum) tasyahud awal. Kemudian duduk tawarruk lagi setelah menyelesaikan sisa 2 raka’at lainnya, karena itu duduk tasyahud yang diakhiri salam”.

Disebutkan dalam Al-Muntaha dan syarahnya: “Makmum masbuk duduk tawarruk bersama imam pada saat tasyahud akhir dalam shalat yang jumlah raka’atnya 4 dan shalat maghrib”.

Disebutkan dalam Mathalib Ulin Nuhaa fi Syarhi Ghayatil Muntaha: “Makmum masbuk duduk tawarruk bersama imam dalam duduk tasyahud yang ia dapatkan bersama imam disebabkan karena itu akhir shalat bagi si imam, walaupun bukan bagi si makum. Sebagaimana ia juga duduk tawarruk pada tasyahud ke-2 yang setelah ia menyelesaikan rakaat sisanya. Maka, seandainya makmum  mendapatkan 2 raka’at dari ruba’iyyah (shalat yang jumlahnya 4 raka’at), duduklah bersama imam dalam keadaan tawarruk, dalam rangka mengikuti imam, ketika ia (makmum) tasyahud awal. Kemudian duduk tawarruk lagi setelah menyelesaikan sisa 2 raka’at lainnya, karena itu duduk tasyahud yang diakhiri salam”.

Wallahu A’lam.



1 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (722), dengan lafazh hadits Abu Hurairah (414) tanpa kata “diangkat”

2 (1/248)


Posisi Makmum Masbuk Jika Jama'ah 2 Orang

Assalamualaikum. Ustadz apabila sholat jama’ah hanya 2 orang sejajar dengan imam lalu datang makmum masbuk, apakah makmum pertama mundur di belakang imam untuk bergabung dengan makmum yang masbuk ? 081 3830xxxxx.

Jawab :
Bagi makmum yang berdiri sendirian di samping imam dan dia mengetahui bahwa ada makmum masbuk, maka ia harus mundur, karena sesuai dengan tuntunan bahwa, apabila makmum terdiri dari dua orang atau lebih, maka posisinya adalah di belakang imam, sebagaimana hadits Jabir bin Abdullah :

artinya :

“Saya datang dan berdiri di samping kiri Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam-, kemudian memutarkan dan memposisikanku di samping kanannya lalu datang Jabbar bin Shakhr kemudian berwudhu dan berdiri di samping kiri Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam-, maka beliau -Shollallahu alaihi wa sallam-memegang kedua tangan kami semua dan mendorong kami sampai berdiri di belakang beliau n”.(HR. Muslim). Lihat Shalatul Mu’min, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahtani : 1/561). Wallahu a’lam.
- See more at: http://www.majalahislami.com/2008/11/posisi-makmum-masbuk-jika-jamaah-2-orang/#sthash.OcWWwb3E.dpuf